Minggu, 22 Mei 2016

Dia bukan oksigen.

Saya menulis ini ditengah-tengah kesibukan saya yang tidak begitu sibuk. Saya menulis ini bukan tanpa maksud, melainkan untuk sekedar mencurahkan apa yang saya rasakan belakangan ini. Ini soal cinta (lagi), soal ditinggalkan (lagi), dan soal orang ketiga (lagi). Memang sebelumnya saya juga pernah merasakan ini, namun disaat saya terpuruk dalam luka, dia (pria yang kini menyakiti saya sama dengan yang dulu-dulu) datang dengan cara sederhana namun saya cinta.

Sebulan, dua bulan kedekatan kami membuat luka dihati saya sembuh. Membuat saya bahagia dan seakan-akan hidup kembali. Hingga pada waktu yang saya tak pernah kira, dia menyatakan perasaannya. Dan saya menerimanya dengan mudah, sebab saya juga merasakan hal yang sama seperti yang dia rasa. Susah senang saya lewati bersama nya membuat perasaan itu hadir dengan mudah.

Menengok sedikit ke belakang, dulu ketika saya masih bekerja di rumah sakit yang jam pulang nya pukul 20.00 dia selalu menyempatkan diri untuk menjemput saya dan mengajak saya ketempat kuliner. Hampir setiap hari saya lakukan itu terus menerus, setiap pulang bekerja dan sekedar main sebentar sudah jadi rutinitas saya dan dia (dulu). Saya masih ingat jelas, setiap saya pulang ke-capek-an bekerja dan menangis bersandar memeluknya diatas motor dia selalu bilang "udah apa jangan nangis, kerja emang capek, udah pindah aja nanti saya cariin kerjaan lain" sambil memegang tangan saya dan itu selalu membuat saya tenang dan berhenti menangis.

Saya masih hafal betul wajahnya yang chubby, body nya yang tidak kurus, dan wangi khasnya. Saya rindu sekali padanya. Dan sehabis gajian saya memutuskan pindah kerja menjadi SPG. Menjadi SPG membuat saya dan ia tak punya banyak waktu untuk bertemu seperti sebelum saya resain dari rumah sakit. Tapi dia selalu menyampatkan waktu di tengah malam menuju jam 22.00 dia selalu menjemput saya, katanya ditelfon "aku udah ditempat biasa". Saya senang memiliki pria yang cintanya benar-benar ikhlas tanpa pamrih. Tak merasa direpotkan, padahal saya sangat menyusahkan.

Sewaktu saya menjadi SPG dan ada acara midnight yang pulangnya pukul 00.00, dia menjemput saya hujan-hujan ditempat biasa. Saya tak pernah membayangkan ada pria sebaik dia dan secinta dia. Itu satu hal yang membuat saya tak bisa lupa hingga saat ini. Sudah, cukup untuk menengok kebelakangnya.

Sekarang, saya dalam keadaan terluka (lagi). Obat (dia) yang menyembuhkan saya dari luka masa lalu malah membuat saya ketergantungan seperti kini. Membuat saya tak bisa berjalan sendiri tanpa tongkat (dia). Tak bisa menikmati hidup seindah dulu. Dia pergi meninggalkan saya dengan wanita yang menurutnya lebih baik daripada saya. Dia meninggalkan saya demi wanita yang bisa memberikan waktunya lebih banyak daripada saya. Saya tersenyum, menahan nangis saat saya tahu bahwa dia (pria jahat itu) memposting foto wanita itu di sosial medianya. "Foto saya tak pernah diposting sebelumnya" kata saya masih dengan senyum menahan nangis.

Saya harus mampu melupakannya dan mengobati luka saya sendirian. Belajar mengikhlaskan apa yang sudah bukan jadi kepunyaan saya. Saya harus sadar kalau diluar sana banyak cinta yang lebih baik dari dirinya. Saya harus terima kenyataan kalau dia (pria bodoh) sudah punya kebahagiaan lain. Toh dia (pria tak setia) juga bukan oksigen dan saya masih bisa hidup tanpanya.

Pesan saya untuk teman semua adalah, jangan cinta terlalu berlebihan nanti sakitnya juga berlebihan. Bakso enak, nasi goreng enak, soto mie enak tapi kalau makannya berlebihan malah jadi enek kan?

Rabu, 18 Mei 2016

Tertawalah, sayang.

Ini tulisan untukmu sayang. 
Aku menulis ini dengan hati berantakan. 
Dengan air mata berlinang. 
Dan dengan segala pikiran tentang kamu.
Aku menulis ini dengan harapan agar kamu mengerti. 
Bahwa aku tak kuat menjalani semua ini. 
Aku tak lagi bisa menahan semua sakit yang kamu beri. 
Aku tak mampu lagi menahan air mata ini agar tak tumpah. 
Aku benar-benar hancur saat ini.
Kamu adalah orang yang tahu betul siapa aku. 

Tahu betul betapa cetek nya air mataku. 
Tahu betul sebanyak apa persediaan air mataku. 
Dan kamu tahu betul bagaimana aku menumpahkan semua kekesalanku lewat tangis. Kenapa dengan mudah kau pancing semuanya agar tumpah, bodoh.
Aku sakit, benar-benar sakit kini. 

Kamu tak lagi ku kenali. 
Tak lagi seperti seseorang yang kucintai. 
Kau berubah menjadi seseorang yang tak pernah ku temu. 
Kamu bukan kamu ku yang dulu.
Seharusnya kamu paham, kalau sekuat-kuatnya aku. 

Aku juga wanita, bisa sakit hatinya, bisa menangis, apapun sebabnya. 
Aku tak sekuat yang kamu kira sayang. 
Aku sakit benar atas semua perlakuanmu kini. 
Aku tak kuat menjalani semuanya kini.
Mataku sembab, hatiku kacau, pikiranku berantakan. 

Kau bahagia melihat aku seperti sekarang? 
Kau bahagia melihat aku menangisimu seperti sekarang? 
Kau bahagia karna dendam dihatimu sudah terbalaskan seperti sekarang? 
Tertawalah diatas penderitaanku sayang.
Aku tak tahu bagaimana kelanjutan hubungan kita sekarang. 

Yang ku tahu, kau bukan pria yang ku cintai dulu. 
Bukan pria yang pernah mencintaiku lima bulan yang lalu. 
Kamu yang sekarang adalah pria jahat yang sudah tak kukenali. 
Tertawalah sayang. Bukankah perihku adalah bahagiamu kini? 
Bukankah sekarang kau senang melihat aku hancur seperti ini? 
Tertawalah sayang. Kau menang.
Demi apapun, tak ada alasan aku untuk menyakitimu. 

Tak ada alasan untuk meninggalkanmu. 
Aku yang sakit kini. 
Dan aku harus meninggalkanmu,
karna kamu bukan priaku seperti lima bulan yang lalu.
Mari kita bandingkan, sayang.

Kamu ku yang dulu dan kamu ku yang sekarang tak ku kenali. 
Mari tertawa dengan tulisan ini sayang. Mari tertawa diatas tangisan ku sayang.
Dulu, kamu selalu mengucapkan selamat pagi dan malam untukku.
Dulu, semalam apapun jam kerja ku, kau sempatkan untuk menjemputku,

hujan deraspun kau terpa demi menjemput ku.
Dulu, kamu selalu menyempatkan waktu untuk sekedar menemuiku.
Dulu, kamu senang sekali mengajakku ketempat kuliner kesukaanmu.
Dulu, tak pernah keluar kata-kata kasar dari mulutmu.
Dulu, kamu selalu berusaha jadi seperti yang ku mau.
Hahahaa mari tertawa yang keras, sayang. 

Aku tak tahu apa alasanmu berubah kini. 
Entah ada seseorang yang kini mampu membuatmu bahagia daripada aku. 
Entah aku sudah tak pantas jadi kepunyaanmu. 
Tapi tunggu dulu. 
Aku yang sudah tak pantas,
atau kamu yang sudah tak pantas untuk menjadi kepunyaanku? 
Haha sekali lagi mari tertawa yang lantang, sayang.
Kamu lucu, secepat itu perasaanmu pudar padaku, 

sedangkan disini perasaanku makin nyata padamu.
Berbahagialah dengan jalan yang kau pilih, sayang. 

Disini juga aku sedang memperbaiki diri dan menghapus semua sakit dihati. 
Terimakasih sudah singgah di hati yang sebenarnya bukan hanya sekedar tempat persinggahan. 
Terimakasih banyak atas semua senang, 
sakit dan apapun yang pernah kau isi di hari-hariku. 
Aku menyayangimu, loveyou priaku yang kini dalam pelukan seseorang.

With tears,
Perempuan cengengmu dulu.

Selasa, 17 Mei 2016

Bersama Rintik Hujan

Untuk pria yang sering ku sebut dalam doa.

Aku menulis ini dengan hati yang tak pernah tahu kapan akan dibahagiakan. Aku menulis ini dengan isak tangis yang sudah tak terbendung lagi. Aku menulis ini juga dengan perasaan kacau berantakan. Tak tau kapan terakhir kalinya kau membuat senyum dibibir ini. Bibir yang mengucap namamu selalu disetiap doa nya.

Aku lupa, kalau tak selamanya bahagia trus mendampingiku. Aku juga lupa, kehilanganmu juga bukan sebuah kemustahilan. Kamu yang selalu menungguku dibawah rintik hujan, dulu, entah kemana perginya kini. Pesan singkat tentang rintik hujan juga kini tak pernah ku lihat lagi. Dirimu beku, kini. Tak sehangat dulu. Aku rindu.

Aku tak pernah membayangkan ini sebelumnya, jika orang yang ku kira paling mengerti aku pergi meninggalkaku bersama rintik hujan dimalam ini. Tangan yang biasanya memayungiku kini tengah memayungi wanita lain, yang bukan aku. Aku rindu, sekali lagi aku rindu.